Posted in

Tangisan Mahasiswi Penyuplai 3 Anak Eks Kapolres Menggema di Kupang

Tangisan mahasiswi penyuplai 3 muda menggema di ruang sidang Pengadilan Negeri Kupang menguak sisi gelap relasi kuasa antara pejabat.

Tangisan Mahasiswi Penyuplai 3 Anak Eks Kapolres Menggema di Kupang

Ia hanya seorang mahasiswi, yang hari itu berdiri dengan tubuh gemetar dan mata sembab, menyimpan luka dan rahasia besar menjadi “penyuplai” tiga anak dari seorang eks Kapolres ternama .

Dari Cinta Buta ke Jerat Kekuasaan

Kisah ini bukan sekadar drama, tapi representasi kelam tentang bagaimana kekuasaan bisa mengubah takdir seseorang secara brutal. Berawal dari perkenalan singkat di sebuah kegiatan sosial kampus, M terpesona oleh karisma pria tua berseragam yang kala itu menyandang jabatan tinggi di kepolisian daerah. Kata-katanya manis, caranya bersikap penuh wibawa. M, yang tumbuh dalam lingkungan tanpa figur ayah, menemukan kenyamanan semu dalam perhatian sang perwira.

Mungkin dalam hatinya, ia merasa dicintai. Atau setidaknya dianggap penting. Tapi kenyataan jauh lebih kejam. Setelah hubungan mereka berjalan dalam diam selama hampir setahun, M hamil. Dan saat ia mencoba mencari tanggung jawab, yang ia temukan hanyalah penyangkalan dan pengabaian.

Yang membuatnya lebih terpuruk, ternyata bukan hanya dia yang menjadi “korban”. Ada dua perempuan lain yang melahirkan anak dari pria yang sama. Dan semua berada dalam skenario yang serupa janji palsu, cinta semu, dan akhirnya dikhianati tanpa rasa bersalah.

Ruang Sidang Jadi Tempat Tumpah Tangis

Sidang yang digelar pekan ini sejatinya bukan persidangan sang mantan Kapolres. Ironisnya, ia tetap melenggang bebas karena jerat hukum belum menyentuhnya. Justru M-lah yang diperiksa sebagai saksi dalam kasus sengketa pengakuan anak yang dibawa oleh salah satu dari ketiga ibu korban lainnya.

Saat berdiri di kursi saksi, tubuh M bergetar. Wajahnya muram, suara parau. Tapi ketika hakim bertanya tentang peran dan hubungannya dengan pria itu, M tak mampu menahan air mata. Tangisnya pecah. Ruang sidang pun menjadi saksi bisu dari luka panjang seorang mahasiswi yang kehilangan kendali atas hidupnya.

“Ayah dari anakku bahkan tidak mau melihat wajah anak kami. Dia bilang itu bukan urusannya. Saya harus kuliah sambil kerja, membesarkan anak sendirian. Saya salah, tapi saya juga manusia,” katanya dalam isak yang membuat ruang sidang sunyi beberapa detik.

Publik pun tersentak. Banyak yang selama ini hanya mendengar gosip tanpa tahu betapa dalam luka yang disimpan oleh perempuan-perempuan yang terseret dalam jebakan relasi kuasa itu.

Baca Juga: Kronologi Lengkap 2 WNA Australia yang Ditembak di Vila Mengwi Badung, Bali

Ketimpangan Keadilan dan Jeritan Sunyi

Hingga kini, publik bertanya mengapa sang mantan Kapolres belum juga diproses? Mengapa korban malah menjadi saksi, bahkan nyaris tertuduh karena “terlibat hubungan terlarang”? Di mana hukum saat perempuan muda harus memikul beban hidup yang tidak seharusnya menjadi tanggung jawabnya seorang?

Berbagai LSM perempuan mulai bersuara, menuntut kejelasan dan penegakan keadilan yang tidak berpihak hanya karena yang bersangkutan mantan aparat. Desakan ini datang dari berbagai arah, termasuk dari kampus tempat M menempuh studi.

Banyak yang tak kuasa menahan emosi setelah mengetahui kenyataan bahwa M selama ini menyembunyikan kehamilannya dari rekan-rekannya dan bahkan sempat nyaris mengakhiri hidup karena tekanan mental.

“Ini bukan hanya soal moral, tapi juga soal hukum. Relasi kuasa membuat perempuan-perempuan seperti M menjadi korban yang tak terlihat. Mereka butuh perlindungan, bukan penghakiman,” ujar salah satu aktivis perempuan dari Kupang dalam wawancara dengan media lokal.

Mencari Cahaya dari Sisa-Sisa Luka

Kini M mencoba bangkit. Meski belum tahu bagaimana masa depannya, ia tetap kuliah sambil merawat anaknya yang masih balita. Ia bekerja paruh waktu di sebuah kedai kopi, dan sesekali menulis pengalaman hidupnya dalam bentuk catatan harian. Ia tahu, luka itu tidak akan hilang begitu saja. Tapi ia juga tahu, membiarkan dirinya hancur bukanlah jawaban.

“Kalau perempuan terus dipaksa diam, tidak akan pernah ada keadilan. Anak saya tidak salah lahir. Yang salah adalah sistem yang membiarkan laki-laki berpangkat mempermainkan kami seperti boneka hidup.”

Untuk informasi lengkap mengenai Bali. Kalian bisa kunjungi Info Kejadian Bali, yang menjadi sumber berita terpercaya yang menyediakan update real-time dan laporan mendalam tentang kondisi di pulau ini.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Pertama dari www.detik.com
  • Gambar Kedua dari wartabalionline.com