Anggota DPRD Bali dari Fraksi Golkar, yang akrab disapa Ajus Linggih, gencar dukung legalisasi tajen atau sabung ayam di Bali.
Ia berargumen bahwa tajen bukan sekadar perjudian, melainkan bagian integral dari tradisi dan budaya masyarakat Bali yang perlu diatur secara resmi. Ajus menyoroti status hukum tajen yang “abu-abu” selama ini, yang ia nilai justru memicu penyalahgunaan oleh oknum tak bertanggung jawab dan potensi insiden fatal.
Menurutnya, legalisasi akan membawa manfaat ekonomi melalui pendapatan daerah dan melestarikan aspek budaya tajen. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Bali.
Tajen Antara Warisan Budaya dan Praktik Kontroversial
Tajen, atau sabung ayam Bali, adalah salah satu tradisi kuno yang telah lama menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Bali. Praktik ini melibatkan adu dua ekor ayam jantan dalam sebuah arena, yang sering kali dilakukan sebagai bagian dari upacara keagamaan.
Dalam konteks budaya Bali, tajen memiliki makna spiritual yang mendalam, terutama dalam upacara Tabuh Rah, di mana darah ayam yang dikorbankan dipercaya dapat menyucikan alam dan menyeimbangkan energi positif dan negatif. Tradisi ini bahkan disebut dalam kitab Pararaton, menunjukkan akar sejarahnya yang panjang di Bali sejak zaman Majapahit.
Namun, di samping dimensi spiritualnya, tajen juga kerap disalahgunakan sebagai ajang perjudian. Praktik Tajen Branangan, misalnya, dilakukan secara sembunyi-sembunyi dengan taruhan besar dan sering kali menimbulkan masalah sosial. Konflik antara nilai budaya dan praktik perjudian inilah yang membuat status hukum tajen berada di “wilayah abu-abu” tidak sepenuhnya dilarang, tetapi juga tidak sepenuhnya diakui secara legal.
Argumen Ajus Linggih untuk Legalisasi
Ajus Linggih, sebagai Ketua Komisi II DPRD Bali, berpendapat bahwa sudah saatnya tajen dilegalkan. Ia menegaskan bahwa praktik ini adalah bagian tak terpisahkan dari budaya Bali, yang sering kali dilakukan sebagai bagian dari punia (persembahan) dan kebutuhan upacara adat. Menurut Ajus, ketidakjelasan status hukum tajen justru membuka celah bagi oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk memanfaatkannya demi keuntungan pribadi.
Tanpa regulasi yang jelas, pengawasan menjadi minim, yang pada gilirannya dapat memicu insiden yang membahayakan, seperti keributan berdarah yang menewaskan satu orang di arena tajen Desa Songan, Kintamani. Ajus Linggih meyakini bahwa dengan legalisasi, tajen dapat diatur secara sistematis, mulai dari jumlah taruhan hingga kontribusi yang disumbangkan untuk kegiatan adat dan upacara.
Hasil dari pengelolaan yang baik ini, menurutnya, dapat dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pendapatan daerah atau hibah, sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara menyeluruh. Ini akan menjadi langkah mitigasi terhadap dampak negatif dan penyalahgunaan yang selama ini terjadi.
Baca Juga: Polemik Legalisasi Sabung Ayam di Bali: Budaya Atau Ancaman Sosial?
Manfaat Potensial dari Legalisasi
Legalisasi tajen, menurut Ajus Linggih, dapat membawa beberapa manfaat signifikan bagi Bali:
- Pelestarian Budaya: Dengan adanya regulasi, aspek budaya dan ritual tajen dapat lebih terjaga dan dilestarikan, memisahkannya dari praktik perjudian ilegal.
- Peningkatan Pendapatan Daerah: Pajak dari kegiatan tajen yang dilegalkan dapat masuk ke kas daerah, menjadi sumber pendapatan baru yang dapat dialokasikan untuk pembangunan atau kegiatan sosial masyarakat.
- Penciptaan Atraksi Wisata Baru: Ajus Linggih mengusulkan agar tajen dapat dikemas sebagai atraksi wisata budaya yang menarik, mencontoh Filipina yang telah berhasil melegalkan sabung ayam sebagai bagian dari pariwisata lokal. Ini berpotensi menarik wisatawan yang tertarik pada keunikan budaya Bali.
- Pengawasan dan Keamanan yang Lebih Baik: Dengan adanya regulasi, pihak berwenang akan memiliki dasar hukum yang jelas untuk mengawasi pelaksanaan tajen, memastikan keamanan, dan mencegah terjadinya insiden kekerasan.
Tantangan dan Penolakan
Meskipun argumen Ajus Linggih cukup kuat, usulan legalisasi tajen tidak berjalan mulus. Gubernur Bali, Wayan Koster, secara tegas menolak wacana ini, menyatakan bahwa legalitas tajen bukan perkara sederhana dan memerlukan kajian mendalam. Penolakan ini mencerminkan kompleksitas isu yang melibatkan aspek hukum, sosial, moral, dan etika. Kritik terhadap tajen umumnya berpusat pada dua isu utama:
- Kesejahteraan Hewan: Kelompok pecinta hewan dan aktivis menyuarakan keprihatinan serius tentang penderitaan fisik yang dialami ayam dalam pertarungan. Luka dan cedera serius yang sering terjadi dianggap sebagai bentuk kekejaman terhadap hewan.
- Perjudian: Meskipun memiliki akar budaya, tajen kerap diasosiasikan dengan perjudian, yang dianggap ilegal di banyak tempat. Pengaturan dan pengawasan terhadap aspek perjudian menjadi tantangan besar.
Perbandingan Dengan Filipina
Ajus Linggih sering merujuk Filipina sebagai contoh negara yang berhasil melegalkan sabung ayam. Di Filipina, sabung ayam, yang dikenal sebagai cockfighting, merupakan olahraga nasional yang populer dan diatur secara ketat. Praktik ini telah menjadi sumber pendapatan signifikan bagi pemerintah dan bagian dari identitas budaya.
Contoh ini digunakan untuk menunjukkan bahwa dengan regulasi yang tepat, sabung ayam dapat dikelola tanpa mengorbankan aspek budaya dan ekonomi. Namun, perbandingan ini juga perlu dicermati, mengingat perbedaan konteks budaya, hukum, dan sosial antara Bali dan Filipina.
Perdebatan Hukum dan Sosial
Wacana legalisasi tajen di Bali membuka perdebatan yang lebih luas mengenai bagaimana masyarakat dapat menyeimbangkan tradisi kuno dengan tuntutan modernitas. Dari sisi hukum, legalisasi tajen akan memerlukan peninjauan ulang pasal-pasal terkait perjudian dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
Ajus Linggih menyarankan agar para pakar hukum mengkaji pasal 426 dan 427 untuk merumuskan argumen yang kuat dari sisi hukum. Dari sisi sosial, legalisasi tajen akan terus menghadapi pro dan kontra di masyarakat. Terutama terkait dampak pada moralitas dan citra Bali sebagai destinasi pariwisata yang religius dan berbudaya.
Kesimpulan
Dorongan legalisasi tajen oleh Ajus Linggih Dukung Sabung Ayam mencerminkan upaya untuk mencari solusi atas status hukum tajen yang abu-abu. Meskipun tajen adalah bagian dari warisan budaya dan ritual keagamaan di Bali, aspek perjudian dan isu kesejahteraan hewan menjadi hambatan utama. Legalisasi, menurut pendukungnya, dapat memberikan kerangka hukum yang jelas, meningkatkan pendapatan daerah, dan menjaga tradisi dari penyalahgunaan.
Namun, penolakan dari pihak seperti Gubernur Koster menunjukkan bahwa keputusan ini tidak sederhana dan memerlukan kajian komprehensif dari berbagai sudut pandang, termasuk hukum, sosial, ekonomi, dan etika, untuk mencapai titik temu antara pelestarian budaya dan tuntutan zaman modern.
Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di INFO KEJADIAN BALI.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari radarbuleleng.jawapos.com
- Gambar Kedua dari bali.antaranews.com