Ayunan Jantra dari Tenganan Pegringsingan adalah tradisi adat unik yang melibatkan remaja putri dan putra dalam sebuah ritual sakral.

Tradisi ini melambangkan siklus kehidupan yang terus berputar, mengajarkan sikap rendah hati dan rasa syukur. Dilaksanakan sebagai bagian dari upacara Usaba Sambah, Ayunan Jantra juga menjadi simbol identitas budaya Bali Aga yang diwariskan turun-temurun serta menarik minat wisatawan untuk mengenal kekayaan budaya masyarakat Tenganan.
Di bawah ini Info Kejadian Bali akan membahas tradisi Ayunan Jantra dari Tenganan Pegringsingan, sebuah upacara adat yang sarat makna filosofi dan kearifan budaya Bali Aga.
Latar Belakang dan Sejarah Ayunan Jantra
Ayunan Jantra adalah sebuah tradisi sakral yang berasal dari Desa Tenganan Pegringsingan, sebuah desa Bali Aga yang terkenal akan kelestarian budaya leluhur yang unik. Desa ini berada di Karangasem, Bali, dan tradisi Ayunan Jantra merupakan bagian dari rangkaian upacara adat Usaba Sambah yang diselenggarakan setiap tahun, biasanya pada bulan Mei atau Juni.
Tradisi ini dilaksanakan setelah usai perang pandan atau mekare-kare, sebuah upacara lain yang juga penting di desa tersebut. Ayunan Jantra sendiri merupakan simbol poros kehidupan umat manusia yang berputar, melambangkan bahwa kehidupan memiliki siklus naik dan turun, di mana seseorang bisa berada di posisi atas maupun bawah dalam kehidupan.
Filosofi ini mengajarkan untuk bersikap rendah hati ketika berada di atas dan tidak putus asa ketika berada di bawah.
Pelaksanaan dan Proses Upacara Ayunan Jantra
Pelaksanaan tradisi ini berlangsung selama kurang lebih 18 hari, di mana setiap sore hari ayunan Jantra akan dipasang dan digunakan di bale banjar desa. Ayunan terbuat dari kayu cempaka yang memiliki usia puluhan tahun dan telah disucikan melalui sebuah prosesi yang disebut ngayunan lokan. Biasanya dipasang empat unit ayunan, dan masing-masing ayunan memiliki dua tempat duduk berdampingan.
Para peserta terdiri dari dua kelompok utama, yaitu daha (remaja perempuan yang belum menikah) yang menaiki ayunan, dan teruna (remaja laki-laki yang belum menikah) yang bertugas mengayunkan. Para teruna akan mengayunkan ayunan sebanyak enam kali putaran dengan arah tiga kali ke utara dan tiga kali ke selatan. Masing-masing ayunan dapat menampung empat hingga delapan remaja perempuan.
Baca Juga: Doa dan Harapan Keluarga Korban KMP Tunu Dalam Mulang Pakelem Bali
Simbolisme dan Filosofi Ayunan Jantra

Ayunan Jantra tidak sekadar ritual adat, tetapi juga sarat dengan makna filosofi. Ayunan tersebut melambangkan bumi yang terus berputar tanpa henti, menandakan bahwa kehidupan manusia tidak bisa diprediksi dengan pasti. Oleh karena itu, para remaja yang ikut dalam tradisi ini diingatkan untuk selalu siap menghadapi pasang surut kehidupan dengan sikap yang bijaksana dan penuh rasa syukur.
Selain itu, posisi duduk dalam ayunan dibagi menjadi atas, bawah, depan, dan belakang, yang mencerminkan situasi kehidupan yang beragam. Peserta dikenalkan akan pentingnya introspeksi diri, tanpa sombong saat berada di posisi atas dan tidak kehilangan harapan saat berada di posisi bawah.
Busana dan Kepercayaan Dalam Tradisi
Peserta upacara Ayunan Jantra mengenakan busana adat khas dari Tenganan Pegringsingan yang disebut kain geringsing. Kain ini merupakan kain tenun tangan yang sangat khas dan hanya dibuat oleh masyarakat desa tersebut.
Kain geringsing dipercaya memiliki kekuatan magis sebagai pelindung dan penolak bala, sehingga wajib dikenakan dalam momen-momen sakral seperti tradisi ini. Tidak memakai kain ini saat upacara dapat dikenai sanksi dari desa adat.
Kain geringsing juga menjadi simbol kebanggaan dan identitas desa Tenganan Pegringsingan yang menjunjung tinggi nilai leluhur dan kelestarian budaya.
Peran dan Makna Bagi Komunitas serta Pariwisata
Ayunan Jantra bukan hanya merupakan tradisi adat yang memegang peranan penting dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat Tenganan, tapi juga menjadi daya tarik budaya yang kuat bagi wisatawan lokal dan internasional. Banyak pengunjung datang untuk menyaksikan tradisi ini sebagai bagian dari upaya pelestarian dan pengenalan budaya Bali Aga yang unik.
Upacara ini mempererat rasa kebersamaan di antara generasi muda desa. Selain juga sebagai wahana pembelajaran nilai-nilai kehidupan, rasa tanggung jawab, dan penghormatan terhadap adat leluhur.
Kesimpulan
Ayunan Jantra dari Tenganan Pegringsingan adalah warisan budaya yang kaya akan makna filosofis dan spiritual. Dilaksanakan sebagai bagian dari upacara Usaba Sambah. Tradisi ini mengajarkan nilai hidup mengenai siklus kehidupan yang terus berputar, mengingatkan manusia agar tetap rendah hati dan bersyukur dalam setiap keadaan.
Dengan pelibatan para remaja dalam ritual ini dan penggunaan kain geringsing sebagai busana sakral. Ayunan Jantra menjadi identitas budaya yang kuat bagi masyarakat Tenganan. Selain itu, tradisi ini juga menjadi daya tarik wisata budaya yang memperkenalkan kekayaan tradisi Bali Aga ke dunia luar.
Tradisi ini menjadi bukti betapa kuatnya ikatan masyarakat dengan leluhur dan nilai-nilai adat yang terus dijaga secara turun-temurun. Dengan demikian, Ayunan Jantra bukan sekadar ritual, melainkan cermin hidup dan pembelajaran moral yang tetap relevan hingga kini.
Ikuti terus Info Kejadian Bali agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.detik.com
- Gambar Kedua dari kolomdesa.com