Seorang pemuda berinisial AD asal Bali terjerat kasus perkosaan terhadap kekasihnya yang masih di bawah umur.

Kasus asusila kembali mencoreng wajah hukum di Pulau Dewata. Seorang pemuda berusia 20 tahun di Denpasar, Bali, berinisial AD, dituntut hukuman 12 tahun penjara setelah terbukti melakukan tindak persetubuhan terhadap pacarnya yang masih berusia 15 tahun.
Kasus ini menjadi sorotan publik lantaran pelaku diketahui menjalin hubungan asmara cukup lama dengan korban, namun hubungannya justru berujung pada pelanggaran hukum yang berat.
Dibawah ini Anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Bali.
Awal Hubungan yang Berujung Petaka
Hubungan antara AD dan korban, gadis berusia 15 tahun berinisial NA, bermula dari perkenalan di media sosial pada akhir tahun 2024. Kedekatan mereka berkembang pesat hingga akhirnya sering bertemu di Denpasar.
Pelaku dikenal ramah dan perhatian, membuat korban merasa nyaman dan percaya. Hubungan keduanya pun mulai terlihat seperti pasangan kekasih pada umumnya.
Namun, rasa percaya itu justru dimanfaatkan oleh pelaku. Berdasarkan hasil penyidikan, kejadian bermula ketika NA datang ke kos AD di kawasan Denpasar Timur.
Saat itu, korban mengaku sedang memiliki masalah keluarga dan mencari tempat untuk bercerita. Dalam kondisi emosional, pelaku membujuk korban untuk berhubungan badan dengan janji akan menikahinya setelah lulus sekolah.
Korban yang masih labil akhirnya menuruti bujukan tersebut. Hubungan intim pertama terjadi pada pertengahan Februari 2025. Sekitar sebulan kemudian, peristiwa serupa kembali terulang.
Kedua kejadian itu dilakukan di kamar kos pelaku. Tidak lama setelah itu, korban menunjukkan perubahan perilaku dan mulai menutup diri dari keluarga. Kecurigaan orang tua akhirnya membawa kasus ini ke ranah hukum.
Terungkapnya Kasus dan Penangkapan Pelaku
Kasus ini terungkap setelah orang tua korban menemukan percakapan pribadi antara korban dan pelaku di ponsel. Dari isi pesan tersebut, terlihat jelas adanya hubungan yang melampaui batas antara keduanya. Keluarga kemudian melaporkan peristiwa itu ke Polresta Denpasar.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) langsung melakukan penyelidikan. Korban menjalani pemeriksaan medis dan visum et repertum yang menunjukkan adanya tanda-tanda persetubuhan. Polisi juga menyita ponsel korban dan pelaku sebagai barang bukti percakapan dan foto yang mendukung laporan.
Tak butuh waktu lama, pelaku akhirnya ditangkap di tempat kosnya tanpa perlawanan. Dalam pemeriksaan, AD mengakui telah berhubungan badan dengan korban sebanyak dua kali.
Ia beralasan hubungan itu dilakukan atas dasar cinta dan tanpa paksaan. Namun, alasan tersebut tidak dapat dijadikan pembelaan di mata hukum karena korban masih di bawah umur.
Kepala Unit PPA Polresta Denpasar menegaskan bahwa segala bentuk hubungan seksual dengan anak di bawah umur tetap dikategorikan sebagai kejahatan.
Undang-Undang Perlindungan Anak secara tegas menyatakan bahwa anak di bawah usia 18 tahun belum memiliki kemampuan hukum untuk memberikan persetujuan terhadap tindakan seksual.
Jalannya Persidangan dan Tuntutan Jaksa
Persidangan kasus ini digelar di Pengadilan Negeri Denpasar pada awal Oktober 2025. Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jaksa menilai perbuatan terdakwa tidak bisa dibenarkan karena telah merusak masa depan korban yang masih di bawah umur. Dalam sidang yang berlangsung terbuka untuk umum, JPU menegaskan bahwa pelaku harus bertanggung jawab penuh atas perbuatannya.
Selain hukuman penjara 12 tahun, jaksa juga menuntut agar terdakwa membayar denda Rp50 juta atau diganti dengan kurungan selama delapan bulan apabila tidak mampu membayar.
“Hubungan suka sama suka bukan pembenaran terhadap tindakan persetubuhan dengan anak di bawah umur. Tindakan ini tetap merupakan tindak pidana serius yang harus diberi hukuman berat,” ujar jaksa dalam pembacaan tuntutan di ruang sidang.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa dalam nota pembelaannya meminta keringanan hukuman dengan alasan bahwa terdakwa menyesali perbuatannya dan telah bersikap kooperatif selama proses hukum.
Pihak keluarga pelaku juga dikabarkan sempat mencoba berdamai, namun pihak keluarga korban menolak karena menginginkan proses hukum tetap berjalan.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua I Made Wirata menyatakan akan mempertimbangkan semua fakta persidangan sebelum menjatuhkan vonis akhir yang dijadwalkan pada awal November 2025.
Baca Juga: Tragedi di Rumah Sunardi Istri Stroke Tewas Dibekap
Dampak Pada Korban

Kasus ini menyita perhatian masyarakat Bali, terutama para orang tua dan kalangan pendidik. Korban yang masih duduk di bangku SMA kini menjalani pendampingan psikologis oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Bali. Psikolog menyebut bahwa korban mengalami trauma berat, merasa bersalah, dan kesulitan berinteraksi dengan lingkungan sekolah.
Pihak sekolah memberikan dispensasi khusus agar korban dapat tetap melanjutkan pendidikan dengan pendampingan intensif. Selain itu, guru serta konselor sekolah ikut berperan dalam memulihkan kepercayaan diri korban.
Masyarakat sekitar mengecam tindakan pelaku dan berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi para remaja agar lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan. Banyak pihak menilai bahwa kasus ini merupakan bentuk kurangnya pemahaman tentang batas hukum dalam hubungan antar remaja.
Kasus ini juga membuka diskusi luas tentang pentingnya pendidikan seksualitas dan moral di sekolah-sekolah agar remaja memahami risiko dan konsekuensi hukum dari setiap tindakan. Orang tua diharapkan lebih aktif berkomunikasi dengan anak untuk mencegah hal serupa terjadi kembali.
Upaya Pencegahan dan Penegakan Hukum
Polresta Denpasar bersama pemerintah daerah kini menggencarkan kampanye perlindungan anak melalui sosialisasi di sekolah, lingkungan masyarakat, dan media lokal.
Program bertajuk “Anak Aman, Masa Depan Terjamin” diluncurkan untuk mengedukasi remaja tentang batasan hubungan yang sehat serta bahaya eksploitasi seksual.
Selain itu, aparat penegak hukum berkomitmen untuk menindak tegas setiap bentuk kekerasan atau penyalahgunaan terhadap anak. Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberikan toleransi bagi pelaku kejahatan seksual, terutama terhadap anak di bawah umur. Hukuman berat diharapkan dapat menjadi efek jera dan mempertegas bahwa hukum di Indonesia berpihak pada korban.
Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya peran masyarakat dalam mencegah tindak kejahatan serupa. Warga diharapkan lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan tidak segan melapor jika menemukan tanda-tanda kekerasan atau eksploitasi terhadap anak. Perlindungan terhadap generasi muda bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat.
Untuk informasi lengkap mengenai Bali, kalian bisa kunjungi Info Kejadian Bali, yang menjadi sumber berita terpercaya yang menyediakan update real-time dan laporan mendalam tentang kondisi di pulau ini.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.liputan6.com
- Gambar Kedua dari www.balipost.com